KARIMATUL ULYA (2015.82.0079)
BSD-4
A. Hakikat
Kurikulum
Istilah
“kurikulum”memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam
bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini.
Tafsiran-tafsiran tersebut berdeda-beda satu dengan lainnya, sesuai dengan
titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum
berasal dari bahasa latin, yakni “Curriculae” artinya jarak yang harus ditempuh
seseorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu
pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh
ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti, bahwa
siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana
halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ke tempat
lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu
kurikulum dianggap sebagai jenbatan yang sangat penting untuk mencapai titik
akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan berikut ini (Hamalik, 2008:16-17).
Kurikulum
memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata
ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah
pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman
orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara
sistematis dan logis. Misalnya, bakat pengalaman dan penemuan-penemuan masa
lampau, maka diadakan pemilihan dan selanjutnya disusun secara sistematis,
artinya menurut urutan tertentu, dan logis, artinya dapat diterima oleh akal
dan pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi materi pelajaran yang disampaikan
kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna
baginya. Semakin banyak pengalaman dan penemuan-penemuan maka semakin banyak pula
mata ajaramn yang harus disusun dalam kurikulum dan harus dipelajari oleh siswa
disekolah (Hamalik, 2008:16-17). Ditinjau dari asal katanya, kurikulum
berasal dari bahasa yunani yang mula-mula digunakan dalam bidang olah raga,
yaitu kata currure yang
berarti jarak tempuh lari. Dalam kegiatan berlari tentu saja ada jarak yang
harus ditempuh mulai dari start sampai
dengan finish. Jarak
dari start sampai
dengan finish disebut currure. Atas
dasar tersebut pengertian kurikulium diterapkan dalam bidang pendidikan.
Banyak
ahli pendidikan dan ahli kurikulum yang membatasi pengertian kurikulum beberapa
definisi tersebut dirumuskan dengan berbeda meskipun pada initinya terkandung
maksud yang sama. Sebagai gambaran ada beberapa pengertian kurukulum yang
dikembangkan oleh bebrapa orang ahli. Hilda, Taba dalam bukunya, Curriculum
Development, Theory and Practice (1962), mendefinisikan kurikulum
sebagai a plan for learning. J.F Kerr (1966)
mendefinisikan kurikulum sebagai :
“ All the learning
which is planned or guided by the school, whether it is carried on in groups or
individually, inside of or outside the school”.
Definisi yang lebih kompleks
tentang kurikulum dikemukakan oleh Rene Ochs (1964) yang dikutipoleh Ariech
Lewy (1970) sebagai berikut:
This term often to design
aqually a programme for a given subject matter for the entire cycle or even the
whole range of cycles. Further, the term curriculum is somestimes used in a
wider sense to cover the various educational activities through which the
content is conveyed as well as materials used and methods employed.
Dari
ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan aktivitas
dan kegiatan belajar yang direncanakan, diprogramkan bagi peserta didik di
bawah bimbingan sekolah, baik di dalam maupun luar sekolah. Atas dasar tersebut
secara oprasional kurikulum dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program
pendidikan suatu sekolah yang dilaksanakan dari tahun ke tahun;
2. Bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan guru dalam
melaksanakan pengajaran untuk siswa-siswanya;
3. Suatu usaha untuk menyampaikan asas dan ciri terpenting dari
suatu rencana pendidikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga dapat
dilaksanakan guru di sekolah;
4. Tujuan-tujuan pengajaran, pengalaman belajar, alat-alat
belajar dan cara-cara penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam
pendidikan; dan
5. Suatu program berpendidikan yang direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Definisi
tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kurikulum sebagai
program yang direncanakan dan dilaksanakan di sekolah serta kurikulum sebagai
program yang direncanakan dan dilaksanakan secara nyata di kelas.
Ada
pakar kurikulum yang mengutarakan bahwa “kurikulum mencakupi maksud, tujuan,
isi, proses, sumber daya, dan sarana-sarana evaluasi bagi semua pengalaman
belajar yang direncanakan bagi para pembelajar baik di dalam maupun di luar
sekolah dan masyarakat melaluipengajaran kelas dan program-program terkait”,
dan selanjutnya membatasi “silabus sebagai suatu pernyataan mengenai rencana
bagi setiap bagian kurikulum menesampingkan unsure evaluasi kurikulum itu
sendiri;… silabus hendaknya dipandang dalam konteks proses pengembangan kurikulum
yang sedang berlangsung” (Robertson 1971: 584; Shaw 1977 dalam Tarigan,
1993:5).
Hakekat
kurikulum menurut Saylor, Alexander dan leuwis (1981), membuat kategori rumusan
pengertian kurikulum, yaitu:
1.
Kurikulum sebagai rencana tentang mata pelajaran atau bahan-bahan pelajaran
2. Kurikulum
sebagai rencana tentang pengalaman belajar
3. Kurikulum
sebagai rencana tentang kesempatan belajar
Selain
itu, masih terdapat bermacam-macam pengertian diberikan kepada istilah
kurikulum. Ada pengertian yang sangat luas dan sebaliknya terdpat pengertian
yang sempit. Perkataan kurikulum bukan perkataan Indonesia asli, tetapi berasal
dari bahasa asing, yaitu bahasa Yunani. Di dalam kamus Webster dalam Team Pembina
Mata Kuliah Didaktik Metodik (1995:97) terdapat beberapa arti dari kurikulum,
di antaranya yaitu sebagai berikut:
1. Tempat berlomba, jarak yang harus ditempuh pelari
kereta lomba.
2. Pelajaran - pelajaran tertentu yang diberikan di sekolah atau
perguruan tinggi yang ditujukan untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah.
3. Keseluruhan pelajaran yang diberikan dalam suatu lembaga
pendidikan.
Lazimnya,
kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses
belajar-mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga
pendidikan berserta staf pengajarnya (Nasution, 2006:5). Pengertian kurikulum
yang lebih luas kemudian diberikan oleh para pendidikan yaitu “segala usaha
sekolah untuk memengaruhi anak belajar, di dalam kelas, di halaman sekolah
maupun di luarnya” atau “segala kegiatan di bawah tanggung jawab sekolah yang
memengaruhi anak dalam pendidikannya” (Team Pembina Mata Kuliah Didaktik
Metodik, 1995:97).
Pendapat
ini timbul karena para pendidik kini beranggapan, dengan memperhatikan
pengaruh hidden curriculum sangat membutuhkan
pemikiran-pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan yang lebih luas dan mungkin
biaya yang lebih besar daripada merencanakan kurikulum yang bersifat tertulis.
Yang termasuk hidden curriculum, misalnya dengan tersedianya ruang
perpustakaan yang nyaman dan buku-buku yang lengkap akan dengan sendirinya
meningkatkan gairah membaca murid-murid.
Karakteristik lain dari
kurikulum terutama stated curriculum yaitu sebagai berikut:
a. Kurikulum harus bersifat fleksibel, mudah diubah menuju ke
kesempurnaan, sesuai dengan kubutuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
b. Kurikulum adalah deskripsi atau uraian tentang rencana atau
program yang akan dilaksanakan.
c. Kurikulum biasanya berisi tentang bermacam-macam bidang studi
(areas of learning).
d. Kurikulum dapat diperuntukkan bagi seorang pelajar saja atau
disusun bagi suatu kelompok yang besar.
e. Kurikulum selalu berhubungan dengan atau merupakan program
dari suatu lembaga pendidikan (educational centre).
(Team
Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik, 1995:100).
B. Konsep
Dasar Kurikulum
Konsep
kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan,
juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya.
Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang
harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak
zaman Yunani Kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih
dipakai sampai sekarang, yaitu kurikulum sebagai “... a raccecourse of
subject matter to be mastered” (Robert S. Zais, 1976:7 dalam
Sukmadinata, 1997:4). Banyak orang tua bahkan juga guru-guru, kalau ditanya
tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata
pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi
pelajaran.
Hilda
Taba (1962 dalam Sukmadinata, 1997:6) memunyai pendapat yang berbeda.
Perbedaan antara kurikulum dan pengajaran menurut dia bukan terletak pada
implementasinya, tetapi pada keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan
cakupan tujuan isi dan metode khusus menjadi tugas pengajaran. Menurut Taba
keduanya membentuk satu kontinum, kurikulum terletak pada ujung tujuan umum
atau tujuan jangka panjang, sedangkan pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang
lebih khusus atau tujuan dekat.Menurut Taba, batas antara keduannya sangat
relatif, bergantung pada tafsiran guru. Sebagai contoh, dalam kurikulum
(tertulis), is harus digambarkan serinci, sekhusus mungkin agar mudah dipahami
guru, tetapi cukup luas dan umum sehingga memungkinkan mencakup semua bahan
yang dapat dipilih oleh guru sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa serta
kemampuan guru. Kurikulum memberikan pegangan bagi pelaksanaan pengajaran
dikelas, tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab guru untuk menjabarkannya.
Bidang cakupan
teori atau bidang studi kurikulum meliputi (1) konsep kurikulum, (2) penentuan
kurikulum, (3) pengembangan kurikulum, (4) desain kurikulum, (5) implementasi
dan (6) evaluasi kurikulum.
McNeil (1981) mengkategorikan konsep-konsep kurikulum ke
dalam empat macam yaitu:
1. Konsep kurikulum humanistis
kurikulum sebagai alat untuk mengembangkan diri setiap
individu siswa. Tujuan- tujuan kurikulum seharusnya menekankan pada segi
perkembangan pribadi, integrasi, dan otonomi individu. Menurut
Maslow yang menekankan pada kajian tentang perjenjangan atau hirarki kebutuhan
individual memandang, bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang
harus dipenuhi. Kebutuhan itu beranjak dari yang paling mendasar hingga yang
paling tinggi. Kebutuhan mendasar adalah kebutuhan jasmaniah sedangkan
kebutuhan tinggi adalah kebutuhan akan perwujudan diri. Konsep kurikulum
humanistis melahirkan bentuk kurikulum yang berpusat pada anak didik. Dalam
kurikulum seperti ini setiap siswa berkesempatan belajar sesuai minat dan
kebutuhannya masing-masing.
2. Konsep kurikulum rekonstruksi social
kurikulum sebagai alat untuk melakukan rekonstruksi atau
penyusunan kembali corak kehidupan dan kebudayaan masyarakat. Konsep
kurikulum ini melahirkan bentuk kurikulum yang berpusat pada kegiatan.
Kurikulum semacam ini disebut juga dengan kurikulum proyek dan kurikulum
pengalaman.
3. Konsep kurikulum teknologis
Istilah teknologi yang dimaksudkan adalah suatu pendekatan
sistem dalam memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Konsep ini
memandang bahwa kurikulum merupakan suatu sistem yang dikembangkan dengan
pendekatan sistem. Sebagai suatu sistem kurikulum mempunyai komponen-komponen
yang saling berkaitan dalam mengengefektifkan pencapaian tujuan. Konsep
kurikulum ini tidak melahirkan suatu bentuk kurikulum tertentu. Konsep ini
lebih menekankan pada perancangan sistem belajar mengajar berdasarkan
pendekatan sistem. Penerapannya tercermin dari penerapan sistem pengajaran
individual.
4. Konsep kurikulum akademis.
Menurut Elliot Eisner dan Elizabeth Vallance dalam buku
Conflicting Conceptions of Curriculum mengemukakan konsep bahwa kurikulum
merupakan alat untuk mengembangkan kemampuan kognitif. (Mcneil, 1981) Proses
pengembangan kurikulum dilakukan dengan merencanakan kegiatan mempelajari
bahan-bahan pelajaran yang bersifat akademis. Konsep kurikulum ini melahirkan
bentuk-bentuk kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran.
Bruner (1961) mengajukan suatu bentuk kurikulum akademis ini
dalam suatu bentuk kurikulum spiral yakni kurikulum yang berisi sejumlah
struktur disiplin ilmu, yang secara berulang-ulang dipelajari oleh siswa
diberbagai jenjang sekolah, dengan tingkat kedalaman dan keluasan mempelajari
bahan yang makin meningkat sesuai dengan jenjangnya. Bentuk lain dari konsep
kurikulum ini adalah kurikulum inti yaitu berisi mata pelajaran dan bahan
pelajaran yang bersifat fundamental dan dianggap paling penting untuk dikuasai
setiap siswa. Jadi, kurikulum inti merupakan kurikulum umum (mengenai materi
pendidikan umum)
Rencana belajar pada kurikulum inti meyediakan dua paket
yaitu paket kurikulum inti dan paket elektif, yang berisi bidang-bidang studi
yang bisa dipilih sesuai bakat dan minat siswa.
C. Sejarah
Perkembangan Kurikulum 1947 sampai Kurikulum 2013.
Sejarah
mencatat bahwa Kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia yakni kurikulum 1947
sampai kurikulum 2013, kurikulum tersebut mengalami pembaruan-pembaruan
mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang semakin modern dan tentunya karena
faktor perkembangan zaman. Berikut kurikulum 1947 sampai dengan kurikulum 2013
:
1.
Kurikulum 1947
Kurikulum
pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda
leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular dibanding
istilah curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat
politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan
asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal
dengan sebutan Rentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950.
Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari
Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: a. Daftar mata pelajaran dan jam
pengajarannya, b. Garis-garis besar pengajaran.
Pada
saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan
kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan
sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem
pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih
dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan lebih menekankan pada
pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar
dengan bangsa lain di muka bumi ini. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak
menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan
kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2.
Kurikulum 1952, Rentjana
Pelajaran Terurai 1952
Pada
tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih
merinci setiap mata pelajaran yang kemudian diberi nama Rentjana Pelajaran
Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan
nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa
setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum
ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai
1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali, seorang guru mengajar satu mata
pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode
1991-1995. Pada masa itu juga dibentuk kelas Masyarakat. Yaitu sekolah khusus
bagi lulusan Sekolah Rendah 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas
masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan
perikanan tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung
bekerja.
3.
Kurikulum 1964, Rentjana
Pendidikan 1964
Pokok-pokok
pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa
pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk
pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keterampilann, dan jasmani. Ada yang menyebut Panca
wardhana berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral.
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah.
Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional
praktis.
4.
Kurikulum 1968
Kurikulum
1968 merupakan pembaharuan kurikulum 1964, yakni dilakukan perubahan struktur
kulrikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum ini merupakan perwujudan
perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kelahiran
Kurikulum 1968 bersifat politis yaitu mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang
dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia
Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi
pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan
khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai
kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya.
Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan
faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan
kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
5.
Kurikulum Periode 1975
Kurikulum
1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi,
Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini
dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan.
Setiap
satuan pelajaran dirinci lagi dalam bentuk Tujuan Instruksional Umum (TIU),
Tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar mengajar, dan evaluasi. Guru harus trampil menulis rincian apa yang
akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
6.
Kurikulum 1984, Kurikulum
1975 yang Disempurnakan
Kurikulum
1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum
1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini
disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R.
Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.
Konsep
CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang
diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara
nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang
terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di
sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model
berceramah. Akhiran penolakan CBSA bermunculan.
7.
Kurikulum 1994 dan Suplemen
Kurikulum 1999
Kurikulum
1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari
sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya
dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi
siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran
menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan
pemecahan masalah. Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan
kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara
Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito
menjelaskan.
Pada
kurikulum 1994 perpaduan tujuan dan proses belum berhasil karena beban belajar
siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan
lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam
kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Kehadiran Suplemen Kurikulum 1999 lebih pada menambal sejumlah
materi.
8.
Kurikulum 2004, KBK
(Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Kurikulum
2004, disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program
pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi
untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; dan pengembangan
pembelajaran.
Ciri-ciri KBK sebagai
berikut:
a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes)
dan keberagaman.
b. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi,
c. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar
lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
d. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam
upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
e. Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen
aspek, kelas dan semester.
f. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran,
disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.
g. Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun
pelajaran pada setiap level.
h. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan,
1) Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil
belajar mereka pada level ini?
2) Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan
kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan
berbagai teknik penilaian. Setiap hasil belajar memiliki seperangkat
indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab
pertanyaan, Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai
hasil belajar yang diharapkan?
Pendidikan
berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan
kompetensi tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah
ditetapkan. Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada
upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah
ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis
kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Kompetensi
merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara
konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi
kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar
untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002:55).
Kurikulum
2004 lebih keren dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap mata
pelajaran dirinci berdasarkan kompetensi apa yang mesti di capai siswa.
Kerancuan muncul pada alat ukur pencapaian kompetensi siswa yang berupa Ujian
Akhir Sekolah dan Ujian Nasional yang masih berupa soal pilihan ganda. Bila
tujuannya pada pencapaian kompetensi yang diinginkan pada siswa, tentu alat
ukurnya lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur sejauh
mana pemahaman dan kompetensi siswa. Walhasil, hasil KBK tidak memuaskan dan
guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat
kurikulum.
9.
Kurikulum Periode KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) 2006
Awal
2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Disusun oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) yang selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pendidikan
Nasional melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22,
23, dan 24 tahun 2006. Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2006 pasal 1 ayat
15, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional
yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Jadi,
penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan standar
kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). Disamping itu, pengembangan KTSP harus disesuaikan dengan
kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta peserta
didik.
Penyusunan
kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP dimana panduan tersebut berisi
sekurang-kurangnya model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
tersebut dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/
karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
Tujuan
KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan,
kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu
kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan
Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan
kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Dengan
terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22
tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang
standar kelulusan, lahirlah kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan
kurikulum 2004. Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam
penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan.
Pada
kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi
dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan
dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan
daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi
sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan
dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat.
Pada
akhir tahun 2012 KTSP dianggap kurang berhasil, karena pihak sekolah dan para
guru belum memahami seutuhnya mengenai KTSP dan munculnya beragam kurikulum
yang sulit mencapai tujuan pendidikan nasional. Maka mulai awal tahun 2013 KTSP
dihentikan pada beberapa sekolah dan digantikan dengan kurikulum
yang baru.
10. Kurikulum Periode 2013
Kurikulum
2013 merupakan penyempurnaan, modivikasi dan pemutakhiran dari kurikulum
sebelumnya. Sampai saat ini pun saya belum menerima wujud aslinya seperti apa.
Namun berdasarkan informasi beberapa hal yang baru pada kurikulum 2013.
Kurikulum
2013 sudah diimplementasikan pada tahun pelajaran 2013/2014 pada
sekolah-sekolah tertentu (terbatas). Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi
pada tanggal 15 Juli 2013. Sesuatu yang baru tentu mempunyai perbedaan dengan
yang lama.
DAFTAR PUSTAKA
http://mam139.blogspot.co.id/2016/02/a.html
http://ekarahmabersamawardah.blogspot.co.id/2013/09/hakikat-kurikulum-konsep-dasar.html
http://www.gurungapak.com/2016/03/perkembangan-kurikulum-1947-sampai.html